Jumat, 19 Maret 2010

PIXMA iP2770


Hasil Cetak PIXMA iP2770 Mampu Bertahan 30 Tahun

 


Canon baru-baru ini meluncurkan printer inkjet fungsi tunggal terbaru, yaitu PIXMA iP2770. Produk ini menjanjikan desain kompak yang dibalut dengan warna hitam dan kinerja yang baik untuk berbagai aplikasi.
Printer ini menggunakan standar produktivitas ISO/IEC 24734 untuk kecepatan mencetak hingga 7.0 ipm (image per minute) untuk gambar  hitam putih dan 4.8 ipm (image per minute) untuk gambar berwarna. PIXMA iP2770 mampu mencetak foto dengan resolusi maksimum 4800 x 1200 dpi, dengan drop tinta sekecil  2pl.

Canon Printer PIXMA iP2770 dilengkapi dengan teknologi FINE (Full-Fotolitografi Inkjet Nozzle Engineering), ChromaLife100+, dan sistem tinta hibrida. Kepadatan tinta mikroskopik pada teknologi FINE print head nozel adalah kunci kekuatan Canon untuk menghasilkan foto dengan kualitas tinggi.
Dengan menggunakan sistem ChromaLife100+ yang berbasis tinta dan kertas foto Canon, foto mampu bertahan hingga 30 tahun. Namun, bila disimpan dalam album, ketahanan kualitas foto dapat diperpanjang hingga 300 tahun.
Keunggulan lain printer ini adalah adanya sistem tinta hibrida. Canon memisahkan warna tinta dalam dua tempat. Terdapat tiga warna tinta dye dalam 1 cartridge dan 1 tangki pigmen tinta hitam. Kehadiran tangki pigmen tinta hitam cocok untuk tampilan teks dan garis-garis halus pada dokumen kertas.
Dilengkapi perangkat lunak Auto Photo Fix II dalam Easy WebPrint EX memudahkan pengguna untuk melakukan koreksi multi-zone dan penghapusan efek red-eye. Aplikasi Easy WebPrint EX membantu pengguna menghemat kertas karena pengguna hanya mencetak segmen yang ditunjuk halaman web tertentu.
Datascrip sebagai distributor tunggal printer Canon di Indonesia, memasarkan Canon PIXMA iP2770 dengan harga: Rp. 455.000,-

READ MORE - PIXMA iP2770

Intel i3 dan i5


Processor Terbaru 2010 keluaran intel untuk notebook  ( Intel i3 dan i5 )


Janji Intel untuk membuat prosesor yang benar-benar baru pada tahun 2010 telah ditepati dengan diluncurkannya Intel i3 dan i5 dengan code Arrandale yang diklaim lebih bertenaga dibandingkan sebelumnya.
Intel akhirnya menghadirkan prosesor yang benar-benar baru yang ditujukan untuk perangkat mobile. Prosesor ini dikatakan baru karena tidak lagi menggunakan fabrikasi prosesor Core 2 Duo, tetapi sudah menggunakan fabrikasi 32nm. Dalam sebuah prosesor, Anda akan mendapatkan sebuah core CPU  dan sebuah core GPU.  Arsitektur yang digunakan sama persis dengan Clarkdale. Hanya saja pada prosesor Arrandale Anda akan mendapatkan sebuah prosesor dengan kode Wesmere dengan fabrikasi 32nm dan sebuah Intel graphics dengan fabrikasi 42nm. Hal ini akan membuat dimensi sebuah motherboard notebook menjadi lebih ramping dikarenakan GPU sudah ter-integrasi ke dalam prosesor. Generasi pertama Arrandale mempunyai TDP sebesar 35 watt termasuk untuk menyalakan GPU. TDP yang dicantumkan tidaklah mutlak karena bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan prosesor. Hal ini juga yang membuat prosesor Arrandale diklaim semakin irit daya. Tidak hanya itu, untuk kelas prosesor low voltage nantinya akan mempunyai TDP 18 watt sehingga daya yang digunakan semakin kecil. Untuk saat ini, prosesor yang tersedia baru Intel i3 dan i5. Nantinya, Intel akan meluncurkan untuk kelas i7. Apa yang membedakannya dengan prosesor desktop? Pada notebook CPU dan GPU akan berbagi konsumsi daya atau Intel menyebutnya dengan “Graphics Turbo”.
Cara kerjanya sangat simpel, bila sebuah aplikasi lebih mempergunakan CPU, maka daya yang dipakai akan diberikan kepada CPU untuk berkerja penuh dan GPU akan berkerja seminim mungkin. Ini juga berlaku sebaliknya, CPU dan GPU dapat berkerja maksimal bersamaan tergantung keperluan. Selain itu, pada prosesor i5 terdapat Intel Turbo Boost di mana prosesor dapat berkerja lebih dari clock sebenarnya bila diperlukan.
Bisa dibilang, prosesor akan melakukan overclock secara otomatis.  Hal ini hanya berlaku pada Intel i5 dan i7. Dasar dari prosesor Arrandale adalah untuk membuat sebuah perangkat mobile yang semakin simpel namun mempunyai tenaga untuk berbagai pekerjaan. CHIP akan mencoba memperkenalkan Arrandale pada Anda dengan melakukan berbagai tes, baik itu pada prosesor i3 dan i5 serta membandingkan dengan Prosesor Core 2 Duo. Selamat membaca.
{mospageberak}
SYSMark 2007




Hasil yang didapat dalam tes menggunakan benchmark Sysmark 2007 menunjukkan bahwa prosesor Arrandale i3 terlihat lebih kencang dibandingkan prosesor Core 2 Duo, walaupun prosesor i3 mempergunakan speed prosesor yang lebih rendah. Lonjakan kinerja yang diberikan patut diacungi jempol. Pada prosesor i5, hasil yang diberikan lebih tinggi lagi, mengingat i5 mempunyai Turbo Boost. Hasil yang lumayan mengejutkan adalah Intel i5 520M yang dapat menyaingi I7 Nehalem dengan speed 1.6 GHz yang mulai banyak digunakan pada kelas notebook kelas premium.
MobileMark 2007

Tes ini lebih ditekankan pada daya tahan baterai. CHIP sedikit kecewa karena prosesor Arrandale masih belum dapat menyaingi pembandingnya. Tetapi performance qualification yang dihasilkan jauh meninggalkan pembandingnya, walaupun menggunakan daya baterai yang sama persis. Ini mungkin yang masih harus dipenuhi Intel untuk menepati janjinya: membuat prosesor yang lebih hemat daya. Selain faktor tersebut, pabrikan pembuat notebook juga berperan penting dalam membuat perangkat notebook yang hemat daya. Pada akhirnya Arrandale masih belum dapat seperti yang diharapkan.
INFO
Intel i3 dan i5 Spesifikasi






Kesimpulan
Cepat dengan Tenaga Ekstra


Arrandale i3 dan i5 tampil sebagai prosesor yang unik dan menarik. Hadir dengan basis Clakdale, graphics terintegrasi pada prosesor. Dengan dua core dan  hyper-threading, membuat prosesor tersebut mempunyai kinerja yang tinggi dibandingkan dengan seri sebelumnya pada platform perangkat mobile atau notebook.
Performa prosesor Arrandale bisa dikatakan cepat. Dari hasil tes yang didapat membuat sebuah prosesor core 2 Duo dengan speed yang tinggi seperti tidak ada apa-apanya bila harus melawan Arrandale dengan speed yang lebih rendah.
Yang paling menarik dan hanya ada di Arrandale adalah Turbo Graphics yang membuatnya dapat berbagi TDP dengan CPU sesuai dengan kebutuhannya, hal tersebut membuat konsumsi daya yang diperlukan dapat ditekan seminim mungkin. Selain itu, Arrandale dilengkapi de­ngan Intel Turbo Boost pada seri i5 dan i7. Hal ini memungkinkan prosesor mempunyai tenaga ekstra bila diperlukan.
Untuk saat ini, harga yang ditawarkan sebuah perangkat notebook yang menggunakan prosesor i3 atau i5 yang ada dipasaran hampir sama persis dengan notebook yang menggunakan prosesor Core 2 Duo, alangkah baiknya Anda memilih yang sudah menggunakan prosesor i3 atau i5.
INFO
Intel Turbo Boost
Pada prosesor Intel i5 dan i7, Anda akan mendapatkan sebuah prosesor yang dapat berjalan lebih dari clock standard yang diberikan. Sebagai contoh, Intel i5 430M hanya mencantumkan speed 2.4 GHz tetapi bila aplikasi yang Anda gunakan memerlukan tambahan tenaga, prosesor tersebut dapat menaikkan kecepatannya hingga 2.93 GHz hanya dalam sekejap. Prosesor akan menjalankan Intel Turbo Boost secara otomatis tanpa perlu menginstal aplikasi. Pada notebok bahkan speednya dapat turun hingga 1.33GHz pada mode Power Saver.
Acer Aspire 4740
Walau hanya datang sendiri dengan menggunakan prosesor seri Intel i3 tidak membuatnya biasa saja. Hasil benchmark yang didapat pada Sysmark 2007 cukup membanggakan. Dibandingkan dengan pembandingnya, prosesor yang terpasang menghasilkan nilai yang lebih tinggi walaupun mempunyai kecepatan prosesor yang lebih rendah. Sayangnya, prosesor pada seri i3 tidak mengadopsi Intel Turbo Boost. Untuk graphics, mengalami peningkatan dibandingkan pendahulunya .Tetapi yang disayangkan, masih belum dapat digunakan untuk memainkan game 3D dengan sangat baik. Dengan hasil tes yang dilakukan, notebook ini mampu menjalankan aplikasi menengah dengan lancar. Untuk daya tahan baterai, notebook ini mempunyai daya tahan hidup yang tergolong baik, mengingat layar yang digunakan menggunakan layar ukuran 14 inci serta spesifikasi yang diberikan tergolong tinggi. Sayangnya desain yang digunakan masih mengusung Acer Aspire seri lama sebelumnya walaupun teknologi yang digunakan adalah yang terbaru dari Arrandale.

READ MORE - Intel i3 dan i5

Selasa, 16 Maret 2010

Kelebihan Kebudayaan Djawa

Budaya Jawa memiliki ciri yang khas yang terletak pada kemampuan luar biasa kebuadayaan Jawa untuk membiarkan diri dibanjiri oleh gelombang-gelombang kebudayaan yang datang dari luar dan dalam namun masih mampu mempertahankan keasliannya. Kebudayaan Jawa justru tidak menemukan diri dan berkembang kekhasannya dalam isolasi, melainkan dalam pencernaan masukan-masukan kultural dari luar.

Keunggulan budaya Jawa dalam bertanding dengan kultur lain terletak pada keseimbangan berolah rasa, olah jiwa dan olah pikir.
Tripartite olah rasa-jiwa-pikir itu, menjiwai seluruh rangkaian lelaku bagi wong Jawa tulen. Impact langsungnya, kearifan jiwa dan kerendahan hati seorang Jawa terselubung dalam segala keputusan intelektualnya.
Nilai dan etika Jawa sebagai bagian dari kebudayaan Jawa merupakan sebuah tuntunan bagi setiap individu dalam masyarakat Jawa bagaimana seharusnya menjalankan kehidupannya. Nilai dan etika Jawa berbentuk prinsip hidup yang dipegang erat oleh semua orang Jawa. Adapun nilai dan etika yang dimaksud antara lain : prinsip rukun, prinsip hormat, tepa selira, nrimo ing pandum, sepi ing pamrih rame ing gawe memayu hayuning bawana, ajining diri soko lathi ajining rogo soko toto, sura dira jayadiningrat lebur dening pangastuti dan sebagainya.
Di kehidupan sekarang ini yang serba modern, orang semakin meninggalkan diri dari kebudayaan Jawa. Mereka bangga dengan budaya barat dan menganggap remeh budaya Jawa. Bila hal ini dibiarkan terus menerus maka sangat mengkhawatirkan, maka siapa yang akan mewarisi dan melestarikan budaya Jawa. Lalu bagaimana juga dengan nilai dan etika Jawa masih relevankah dengan dunia modern saat ini. Hal ini sangat menarik karena budaya Jawa justru mampu mempertahankan keasliannya ditengah gelombang modernisasi dan globalisasi.
Memudarnya kecintaan terhadap budaya lokal menjadi momok Indonesia yang tak kunjung berhenti. Akan tetapi, hanya segelintir orang yang merasa cemas akan adanya fenomena tersebut. Bahkan ada saja yang sekelompok orang yang sudah menganggap budaya lokal sudah tidak relevan dengan kemajuan globalisasi.
Budaya Jawa telah hilang rohnya sebagai dampak benturan budaya sekuleristis nan menghedonistis. Fenomena memudarnya budaya Jawa dapat dilihat dari sudut pandang perilaku konsumerisme, menurunnya jumlah rumah ala Joglo yang sebenarnya tahan gempa dan bagaimana fungsi hukum adat yang tergerus relevansi global.
Budaya belanja mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan budaya Jawa. Di lain sisi pemenuhan kebutuhan, tindak tanduk belanja juga memfokuskan pada prestise dan gaya hidup ke-British-an. Dan hasilnya adalah fenomena yang bertentangan dengan pepatah Jawa ’Melok Nanging Ojo Nyolok’.
Ke-doyan-an masyarakat Jawa untuk berbelanja faktor yang mempengaruhi budaya Jawa. Apalagi ketika berbelanja di toko yang menjajakan jajanan produk luar negeri. Buktinya, semenjak baju ’full-press body’ populer, jarik atau blangkon semakin terpinggirkan. Kesukaan mengenakan pakaian yang full press body ini sangat bertentangan dengan nilai ajining raga soko tata, dimana orang Jawa sangat menjunjung tinggi kesopanan namun yang terjadi saat ini kaum muda lebih bangga jika mereka mampu menampilkan keindahan tubuh mereka yang dalam pandangan Jawa hal itu adalah tabu atau saru. Budaya belanja atau tindak konsumtif lainnya yang ada sekarang ini menyiratkan akan adanya sebuah keretakan budaya Jawa.
Berkurangnya jumlah rumah joglo sebagai jagad cilik dan berganti dengan model rumah yang bernuansa modern adalah fenomena kedua yang menyebabkan memudarnya budaya Jawa. Padahal rumah joglo lebih kokoh dan anti gempa dibanding rumah modern karena rumah Jawa memiliki soko guru sebagai tiang penopang yang diselaraskan dengan situasi alam.
Dibidang hukum, terlihat adanya hilangnya peran hukum yang disebabkan karena pemaksaan kehendak penguasa dan tergerus arus globalisasi serta penyesuaian hukum-hukum adat dengan hukum internasional. Ketiga aspek yang mengindikasikan memudarnya budaya Jawa ini merupakan akibat dari merosotnya nilai filsafat Jawa yaitu memayu hayuning bawana. Sebuah nilai filsafat yang memuat nilai persaudaraan, hormat kepada sesama dan alam sekitar, dan menjaga keseimbangan hidup yang mulai ditinggalkan kaum muda jaman sekarang.
Lalu apakah semua nilai, etika dan budaya Jawa memudar. Tentunya tidak, karena masih ada nilai, etika dan budaya Jawa yang masih tetap dilestarikan hingga sekarang ini antara lain prinsip rukun dan prinsip hormat masih dipertahankan sampai saat ini.
Prinsip rukun dan hormat adalah dua prinsip dasar dalam kehidupan masyarakat Jawa yang tertanam sangat kuat karena diajarkan dalam keluarga. Setiap individu diajarkan untuk senantiasa bertindak rukun dan hormat pada sesamanya. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis.
Prinsip hormat mengajarkan bahwa setiap orang dalam cara bicara dan membawa diri harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Kesadaran akan kedudukan sosial masing-masing pihak meresapi seluruh kehidupan orang Jawa.
Lalu bagaimana supaya nilai, etika dan budaya Jawa bisa bertahan dan eksis dikalangannya sendiri. Ini adalah pekerjaan rumah yang besar bagi setiap individu dalam masyarakat Jawa. Cukup dengan menggabungkan keseimbangan dalam berolah pikir, jiwa dan rasa pada setiap insan
(Tripartite olah rasa-jiwa-pikir) telah mampu memposisikan keandalan budaya Jawa, tetap akan eksis dalam konstelasi budaya global. bahkan saat ini batik yang telah diakui oleh unesco menjadi kebudayaan asli indonesia telah menjadi kebanggaan tersendiri oleh masyarakat inndonesianya dimana pada hari tertentu (jumat) para menteri/ pegawai pemerintah selalu menggunakan batik pada hari tersebut selain itu batikpun kini menjadi salah satu tren dikalangan anak muda dengan banyaknya barang-barang yang bercirikan khas batik mulai dari sandal batik,tas batik bahkan model rambut yang membentuk ukiran batik.
READ MORE - Kelebihan Kebudayaan Djawa

Hasil Drawing Piala Dunia 2010 !!!

Jadwal Piala Dunia 2010 - Berikut ini jadwal piala dunia 2010 lengkap hasil drawing atau undian group yang dilakukan pada 4 Desember 2009, sebagaimana dikutip dari Reuters. Rencananya siaran langsung Piala Dunia 2010 ini hak siarnya akan diambil oleh channel tv RCTI dan Global TV.




Grup A
Afsel
Meksiko
Uruguay
France

Grup B
Argentina
Nigeria
Korea Selatan
Yunani

Grup C
Inggris
Amerika Serikat
Aljazair
Slovenia

Grup D
Jerman
Australia
Serbia
Ghana

Grup E
Belanda
Denmark
Jepang
Kamerun

Grup F
Italia
Paraguay
Selandia Baru
Slovakia

Grup G
Brasil
Korea Utara
Pantai Gading
Portugal

Grup H
Spain
Swiss
Honduras
Cile
READ MORE - Hasil Drawing Piala Dunia 2010 !!!

Masalah Pendidikan

Pendidikan di Indonesia
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Peran Pendidikan dalam Pembangunan
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.
Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam pembangunan negeri ini.
Pemerintah dan Solusi Permasalahan Pendidikan
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.
Kondisi ideal dalam bidang pendidikan di Indonesia adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk direalisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Jika mencermati permasalahan di atas, terjadi sebuah ketidakadilan antara si kaya dan si miskin. Seolah sekolah hanya milik orang kaya saja sehingga orang yang kekurangan merasa minder untuk bersekolah dan bergaul dengan mereka. Ditambah lagi publikasi dari sekolah mengenai beasiswa sangatlah minim.
Sekolah-sekolah gratis di Indonesia seharusnya memiliki fasilitas yang memadai, staf pengajar yang berkompetensi, kurikulum yang tepat, dan memiliki sistem administrasi dan birokrasi yang baik dan tidak berbelit-belit. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah gratis adalah sekolah yang terdapat di daerah terpencil yang kumuh dan segala sesuatunya tidak dapat menunjang bangku persekolahan sehingga timbul pertanyaan ,”Benarkah sekolah tersebut gratis? Kalaupun iya, ya wajar karena sangat memprihatinkan.”
Penyelenggaraan Pendidikan yang Berkualitas
”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”.
Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi dan Swastanisasi Sektor Pendidikan
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dalam APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Perancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.
READ MORE - Masalah Pendidikan

Masalah Kesehatan

Pendekatan Kesisteman Pecahkan Permasalahan Kesehatan di Indonesia

Saat ini ada tiga permasalahan strategis yang dihadapi Indonesia dalam upaya meningkatkan status kesehatan penduduknya, yaitu permasalahan yang terkait dengan terbatasnya jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, masih rendahnya pembiayaan kesehatan dan masih belum meratanya pesebaran dan kualitas ketanagaan kesehatan . Rumitnya ketiga permasalahan ini, sehingga perlu dijadikan bahan priorotas bagi Depkes untuk menjalaninya.
Hal itu dikemukakan Menteri Kesehatan dr Achmad Sujudi, pada peluncuran Proyek Helath Workforce and Service (HWS) di Jakarta belum lama ini. Menurut Menkes, Ketiga permasalahan strategis tersebut harus dipecahkan secara bersama melalui pendekatan kesisteman.
Peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan tidak hanya memerlukan peningkatan kualitas tenaga kesehatan tetapi juga peningkatan sarana, prasaran dan manajemen kesehatan yang harus didukung oleh tersedianya pembiayaan kesehatan.
Karenanya, kata Sujudi, dengan adanya kerjasama yang terpadu antara Depkeu, Bappenas, Depdiknas, IDI dan Pemerintah Daerah serta Depkes, saya percaya ketiga permasalahan strategis tersebut dapat segera terpecahkan.
Karenanya ketersediaan tenaga medis sebagai dokter keluarga maupun sebagai dokter Puskesmas semakin dirasakan keperluannya. Terutama sekali dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar yang ditunjang dengan pelayanan medis spesialistis. Sebagai konsekuensinya, keberadaan dokter spesialis di rumah sakit kabupaten menjadi sangat urgent untuk dipenuhi.
Dengan adanya perbaikan syatem pendidikan dokter, pengembangan dokter keluarga dan pengadaan dokter spesialis merupakan kegiaan-kegiatan inti dari kompenen ketenagaan dalam proyek HWS ini Untuk sementara proyek HWS ini akan ditujukan untuk tiga provinsi, yaitu Sumatera Barat, Jambi dan Kalimantan Timur.
Mengingat penting dan strategisnya peranan District Hea;lth Council dan Joint Health Council sebagai wahana pengendalian proyek oleh pimpinan daerah dan pemuka masyarakat terhadap pembangunan sektor kesehatan daerah. Indikator lain yang tidak kalah penting adalah adanya anggaran kesehatan Kabupaten/Kota selama proyek berlangsung yang terus meningkat, sehingga pada akhir proyek setiap kabupaten/kota
Telah mengalokasikan setidaknya Rp 51.000 perkapita/tahun untuk pembangunan kesahatan didaerahnya masing-masing.
“Proyek HWS ini merupakan pinjaman Pemerintah Pusat yang dihibahkan ke Pemerintah Daerah dalam bentuk Block Fund, yang dimaksudkan agar Kabupaten/Kota tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut, namun setiap daerah Kabupaten/Kota harus mengalokasikan anggaran daerahnya sebagai kontribusi terhadap keberhasilan proyek sesuai dengan kemampuan keuangannya,”tukas Sujudi. (B5/B2/D1)

Krisis Keuangan Global Pengaruhi Pelayanan Kesehatan
Kendala utama yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan adalah krisis keuangan dunia. Krisis ini telah melemahkan daya beli masyarakat untuk komoditas dan jasa – termasuk pelayanan kesehatan. Di beberapa negara – termasuk Indonesia – jumlah rakyat miskin bertambah dan masyarakat ini akan mudah terkena penyakit dan risiko kesehatan lain. Sementara itu mereka tidak punya cukup biaya untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Untuk menangani masalah tersebut, pemerintah Indonesia melalui program Jamkesmas bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat miskin dan tidak mampu.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR. PH saat membuka acara kongres ke-26 dan council meeting ke-45 Confederation of Medical Association in Asia & Oceania (CMAAO) pada Jum’at (6/11/2009) di Bali.
Dengan menerapkan Jamkesmas, kata Menkes, jaminan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu terpenuhi. Jamkesmas juga penting dalam memperkuat pelayanan kesehatan rujukan, untuk membentuk sistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi, efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Ditambahkan Menkes, salah satu program prioritas Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II adalah peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat. Tujuan program ini yang pertama adalah meningkatkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin di pusat pelayanan kesehatan di RS pemerintah maupun swasta. Kedua, untuk menyediakan perlindungan finansial atas risiko kesehatan masyarakat. Ketiga, untuk mensinergikan pembiayaan kesehatan antara pemerintah pusat dan daerah. Keempat, untuk berbagi tanggung jawab dalam mengawasi kelembagaan, partisipasi, dan sistem informasi jaminan kesehatan masyarakat. Kelima, untuk menjamin ketersediaan dan persamaan pelayanan kesehatan-termasuk jaminan kualitas. Keenam, untuk menyediakan jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin setelah bencana. Ketujuh, untuk membentuk Badan Jaminan Kesehatan Nasional (National Agency for Health Insurance).
Menurut Menkes, sekarang kita menghadapi era baru globalisasi yang menantang kita dengan masalah dan tantangan baru. Globalisasi jasa pelayanan publik, berdasarkan Perjanjian Perdagangan dan Jasa (GATS), akan berdampak pada pelayanan kesehatan. Salah satu isyu terkait globalisasi adalah kompetisi kualitas pelayanan kesehatan di seluruh negara.
Dalam 20 tahun terakhir, jumlah pemberi pelayanan kesehatan tumbuh cepat. Sayangnya, hal itu tidak dibarengi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan, kesalahan medis sering terjadi dalam berbagai kondisi. Dari yang sederhana sampai yang rumit yang bisa membuat kecacatan pasien, bahkan kematian. Semua tindakan medis punya risiko. “Oleh karena itu salah satu agenda kita adalah menjamin implementasi Program Keselamatan Pasien (Patient Safety Program) di RS yang juga penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan Indonesia dan pada akhirnya akan meningkatkan kompetisi pelayanan kesehatan negara diantara negara lain”, ujar dr. Endang.
Menkes mengatakan, menghargai upaya yang dilakukan CMAAO untuk mengorganisir kongres dan pertemuan tahunannya. “Kami percaya bahwa ide dan inovasi baru akan lahir dari pertemuan sekarang. Saya berharap para peserta menggunakan kesempatan yang ditawarkan pada pertemuan ini untuk menambah pengetahuan dan juga pengalaman serta memperkuat dan memperluas jaringan”.
CMAAO merupakan organisasi yang mewadahi asosiasi-asosiasi dokter di negara-negara Asia dan Oseania. Organisasi ini berdiri atas prakarsa Dr. Rodolfo P. Gonzalez dari Philippine Medical Association dan resmi berdiri pada tahun 1956. CMAAO hingga saat ini beranggotakan 17 asosiasi dokter dari berbagai negara, termasuk Indonesia (Ikatan Dokter Indonesia).
Pada kesempatan itu juga Menkes menyampaikan rasa bangganya karena selain menjadi tuan rumah, Indonesia juga mendapat kehormatan dengan dilantiknya Ketua Umum PB IDI DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes sebagai Presiden Terpilih CMAAO untuk masa jabatan 2 tahun kedepan.
Fachmi Idris dalam sambutannya mengatakan profesi medis saat ini menghadapi situasi yang diistilahkannya sebagai “pandemi degradasi etik”. Untuk mengatasinya, anggota CMAAO sebagai pemimpin dari Asosiasi Medis di negara masing-masing memiliki kewajiban moral untuk mencari solusi jitu dari masalah etika dalam profesi kedokteran. Ia mengingatkan beberapa tujuan dari CMAAO, yaitu untuk mendukung asosiasi anggota konfederasi demi mencapai tingkat pendidikan kedokteran setinggi mungkin, dan untuk melayani masyarakat dengan bekerja keras untuk pendidikan medis terbaik, praktik kedokteran dan etika kedokteran terbaik, serta pelayanan kesehatan yang terbaik untuk semua orang.
Sebagai Presiden terpilih CMAAO, dr. Fahmi memiliki beberapa agenda antara lain; meningkatkan kerjasama dengan asosiasi pendidikan kedokteran, organisasi kedokteran, perhimpunan rumah sakit, serta WHO (World Health Organization).
READ MORE - Masalah Kesehatan

Masalah Kemiskinan


Menghempang Kemiskinan dari Indonesia

Kemiskinan adalah ancaman bagi perdamaian. Demikian judul ceramah yang disampaikan oleh Muhammad Yunus pada saat acara penganugerahan hadiah Nobel perdamaian tanggal 10 Desember 2006 silam di Oslo, Norwegia.
alam ceramahnya, penggagas konsep bisnis sosial ala Grameen Bank tersebut juga memaparkan penyebaran pendapatan dunia yang sangat mencengangkan. Sembilan puluh empat persen pendapatan dunia jatuh pada 40 persen populasi dunia, sementara 60 persen penduduk dunia hidup hanya dari 6 persen pendapatan dunia.
Pada bagian selanjutnya dalam ceramah tersebut, muncul juga pernyataannya bahwa kemiskinan merupakan penyangkalan terhadap HAM. Yunus benar-benar menyadari bahwa kemiskinan merupakan masalah klasik nan pelik yang harus segera diselesaikan dan dihempang demi terciptanya cita-cita perdamaian dunia.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dunia juga tanpa terkecuali senantiasa dihadapkan dengan peliknya permasalahan kemiskinan. Angka kemiskinan yang tidak pernah mengalami penurunan secara signifikan seolah menegaskan belum ditemukannya formula atau konsep yang tepat untuk mengatasinya. Berbagai program maupun strategi yang dilaksanakan oleh pemerintah belum juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Program-program yang diajukan belum menyentuh masalah mendasar yang terjadi pada masyarakat sehingga hasilnya belum efektif. Program yang ada juga dinilai masih bersifat reaktif, jangka pendek dan parsial. Upaya penanggulangan kemiskinan acapkali kandas di tengah jalan tanpa memberikan hasil yang memuaskan. Alhasil, muncul kritik pedas yang menyatakan kemiskinan hanya berguna sebagai “komoditi unggulan” yang menjadi tema wajib bagi para calon yang ingin meraih kursi kekuasaan dalam pemerintahan.
Faktanya memang dalam setiap kampanye menuju pemilu, tidak satu pun partai maupun calon yang lupa untuk menyuarakan isu kemiskinan tersebut untuk meraih simpati dari masyarakat. Namun sayangnya, sejak dulu hingga kini sekalipun sudah beberapa kali terjadi pergantian pemerintah, bangsa ini tetap saja bergelut dalam masalah kemiskinan.
Data BPS bulan Juli tahun lalu misalnya menyatakan jumlah penduduk miskin mencapai 34,96 juta jiwa atau setara dengan 14,5 persen dari total penduduk Indonesia. Demikian juga angka pengangguran yang pada tahun 2007 masih mencapai 9,1 persen dari total penduduk Indonesia. Angka yang sangat fantastis tentunya bagi negara yang diakui oleh dunia sebagai negara yang memiliki SDA dan SDM yang melimpah, sekaligus juga sebagai negara yang sudah menikmati kemerdekaan sejak 63 tahun yang lalu. Kondisi yang demikian pada akhirnya menimbulkan pertanyaan besar, apakah masalah kemiskinan akan dapat diselesaikan di Indonesia secara khususnya?
Awalnya adalah impian
Pepatah bijak dari India menyatakan; “Bermimpilah, karena mimpi akan menuntun kepada pemikiran, dan pemikiran akan menuntun kepada tindakan”. Berbicara masalah kemiskinan, Muhammad Yunus mengemukakan impiannya dalam bukunya yang sangat insipiratif dan menarik untuk dibaca tentang “Menciptakan dunia tanpa kemiskinan”. Dia optimis, dunia pada suatu saat akan berhasil melenyapkan masalah kemiskinan. Baginya, kemiskinan bukanlah masalah yang mustahil untuk diselesaikan. Rasa optimisme yang sangat tinggi tersebut muncul karena keberhasilannya mengangkat nasib jutaan rakyat Bangladesh dari kemiskinan. Muhammad Yunus dengan konsep Grameen Bank yang salah satu programnya adalah memberikan kredit mikro kepada masyarakat miskin mengklaim sebanyak 80 persen masyarakat miskin di negaranya tersebut sudah berhasil dijangkau oleh kredit mikro tersebut, dan diharapkan pada tahun 2010 mendatang, angka tersebut sudah mencapai 100 persen.
Adapun pelajaran penting yang dapat kita peroleh dari kisah tersebut adalah pentingnya memiliki impian bersama dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Jika Yunus sudah berani bermimpi tentang terciptanya dunia tanpa kemiskinan, setidak-tidaknya kita sebagai bagian dari bangsa ini harus berani mengawali impian tentang Indonesia tanpa kemiskinan pada suatu saat nanti. Impian tersebut tentunya harus benar-benar kuat dan mengakar di dalam hati segenap elemen bangsa sehingga timbul rasa optimisme dan kekuatan yang dahsyat. Tidak dapat dipungkiri, masalah kemiskinan yang sudah terjadi sejak lama dan dialami oleh masyarakat hingga kini acap kali menimbulkan rasa pesimis mendalam untuk melepaskan diri dari jebakan kemiskinan tersebut. Acapkali, kemiskinan sudah dianggap sebagai nasib atau suratan takdir yang harus dijalani. Paradigma yang demikian tentunya harus mulai diretas bahkan dihapus sama sekali karena hanya akan menimbulkan kelemahan untuk berupaya lepas dari kemiskinan. Oleh sebab itu, upaya mengatasi masalah kemiskinan harus diawali oleh impian dan tekad kuat bersama untuk menghadapinya. Impian dan tekad yang kuat akan melahirkan gagasan-gagasan kreatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Gagasan kreatif yang timbul juga diharapkan akan lebih berkesinambungan dan bersifat jangka panjang serta memiliki target-target yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Perubahan Persepsi
Salah satu penyebab masih sulitnya menanggulangi kemiskinan adalah tentang cara pandang terhadap orang miskin. Selama ini, orang miskin dianggap sebagai golongan yang tidak produktif, tidak berkemampuan dan tidak memiliki sesuatu hal yang dapat dikembangkan. Bahkan yang lebih ekstrem, orang miskin hanya dipandang sebagai sumber utama penyebab timbulnya masalah sosial dalam masyarakat. Tanpa disadari, cara pandang yang sedemikian pada akhirnya menimbulkan anggapan bahwa untuk menanggulangi kemiskinan hanya dengan cara mengharapkan hadirnya orang-orang yang berbelas kasihan untuk memberikan pertolongan. Demikian juga program-program penanggulangan kemiskinan yang hanya memosisikan orang miskin sebagai golongan yang sama sekali tidak tahu apa-apa sehingga harus didikte untuk melakukan banyak hal.
Konsep yang demikian sangat bertolakbelakang dengan apa yang dilakukan oleh Muhammad Yunus dalam menanggulangi kemiskinan di negaranya. Baginya, orang miskin ibarat benih terbaik pohon bonsai yang memerlukan tanah tempat tumbuh yang sesuai. Jika benih terbaik tersebut hanya ditanam dalam pot bunga yang tingginya hanya beberapa inci, maka hasil yang diperoleh pun hanya merupakan replika pohon tertinggi yang juga beberapa inci saja. Artinya dalam mengatasi masalah kemiskinan, hal penting yang diperlukan oleh orang miskin untuk bebas dari kemiskinan adalah ketersediaan lingkungan yang dapat mendukung mereka untuk dapat mencurahkan energi dan kreativitas. Yunus memandang orang miskin secara holistik yang harus diberi kesempatan sama seperti yang didapatkan oleh orang lain. Secara jenius, ia memutarbalikkan hal yang dilakukan oleh bank pada umumnya. Jika bank membuat pinjaman dalam jumlah yang sangat besar dan disertai bunga yang tidak sedikit, ia membuat pinjaman kecil dan nyaris tanpa bunga pinjaman sama sekali. Demikian juga, jika bank butuh formulir dan surat perjanjian, ia justru memberikan pinjaman kepada kaum buta huruf. Menurut Yunus, sejatinya orang miskin harus diberi kepercayaan untuk mengubah nasibnya sendiri melalui cara dan kreativitasnya sendiri. Tugas lingkungan sekitar adalah memberikan ruang dan kesempatan bagi mereka untuk berupaya semaksimal mungkin sembari terus diberikan dukungan dan dorongan semangat.
Semoga hal ini mengajarkan kita bersama untuk memiliki pandangan yang benar terhadap orang miskin demi mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi di negara ini. Semua pihak harus memandang orang miskin secara utuh sebagai individu tanpa memunculkan persepsi-persepsi diskriminatif terhadap mereka sebagaimana yang sudah terjadi selama ini. Hal ini juga seharusnya menjadi otokritik terutama bagi pemerintah yang walaupun sudah mencanangkan konsep pemberdayaan masyarakat miskin, namun pada faktanya belum juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Harus ditelisik lebih mendalam apakah konsep pemberdayaan yang dimaksud sudah benar-benar mewujudnyata dalam aplikasi program-program yang ada.

Peran Bersama

Kemiskinan merupakan masalah bersama yang harus ditangani secara bersama-sama pula. Meletakkan permasalahan kemiskinan semata-mata sebagai tugas dan tanggung jawab pemerintah merupakan hal yang kurang bijak. Pada faktanya, pemerintah yang sudah bergelimang kekuasaan dan kenyamanan sangat rentan dengan masalah inefesiensi, konflik kepentingan, korupsi, dan berbagai masalah lain. Sejauh ini, pemerintah masih belum mampu menuntaskan masalah-masalah tersebut. Namun, hal ini juga tidak berarti pemerintah bebas untuk melepaskan tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah kemiskinan di negara ini. Konstitusi sudah dengan jelas mengamanatkan tugas pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya, demikian juga amanat founding fathers yang termaktub pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai visi kebangsaan Indonesia.
Upaya menghempang kemiskinan dari Indonesia harus dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat, LSM, partai politik, akademisi, dan pihak terkait lainnya melalui upaya-upaya yang terintegrasi mulai dari daerah hingga pusat. Masing-masing pihak harus memikirkan dan melaksanakan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Upaya tersebut juga harus bersifat komprehensif, berkelanjutan dan jangka panjang. Sekali lagi, hal penting yang harus dimiliki diawali dengan adanya impian sekaligus tekad bersama yang kuat untuk mengatasi masalah kemiskinan dan memandang kemiskinan serta orang miskin secara utuh dan holistik. Semoga saja impian terwujudnya Indonesia bebas dari kemiskinan dapat benar-benar terwujud.
READ MORE - Masalah Kemiskinan

Masalah Kependudukan di Indonesia

Masalah Penduduk

Populasi manusia adalah ancaman terbesar dari masalah lingkungan hidup di Indonesia dan bahkan dunia. Setiap orang memerlukan energi, lahan dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup. Kalau populasi bisa bertahan pada taraf yang ideal, maka keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi dapat tercapai. Tetapi kenyataannya adalah populasi bertumbuh lebih cepat dari kemampuan bumi dan lingkungan kita untuk memperbaiki sumber daya yang ada sehingga pada akhirnya kemampuan bumi akan terlampaui dan berimbas pada kualitas hidup manusia yang rendah.
Antara 1960 dan 1999, populasi bumi berlipat ganda dari 3 milyar menjadi 6 milyar orang. Pada tahun 2000 populasi sudah menjadi 6.1 milyar. PBB memprediksi bahwa populasi dunia pada tahun 2050 akan mencapai antara 7.9 milyar sampai 10.9 milyar, tergantung ada apa yang kita lakukan sekarang. Dapatkah anda bayangkan berapa banyak bahan pangan, lahan untuk pertanian, lahan untuk perumahan, dan barang konsumsi lainnya yang dibutuhkan oleh penduduk yang begitu banyak?
Dengan tingginya laju pertumbuhan populasi, maka jumlah kebutuhan makanan pun meningkat padahal lahan yang ada sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan makanan, maka hutan pun mulai dibabat habis untuk menambah jumlah lahan pertanian yang ujungnya juga makanan untuk manusia. Konversi hutan menjadi tanah pertanian bisa menyebabkan erosi. Selain itu bahan kimia yang dipakai sebagai pupuk juga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Dengan adanya pembabatan hutan dan erosi, maka kemampuan tanah untuk menyerap air pun berkurang sehingga menambah resiko dan tingkat bahaya banjir.
Perkembangan urbanisasi di Indonesia perlu dicermati karena dengan adanya urbanisasi ini, kecepatan pertumbuhan perkotaan dan pedesaan menjadi semakin tinggi. Pada tahun 1990, persentase penduduk perkotaan baru mencapai 31 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2000 angka tersebut berubah menjadi 42 persen. Diperkirakan pada tahun 2025 keadaan akan terbalik dimana 57 persen penduduk adalah perkotaan, dan 43 persen sisanya adalah rakyat yang tinggal di pedesaan. Dengan adanya sentralisasi pertumbuhan dan penduduk, maka polusi pun semakin terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga udara pun semakin kotor dan tidak layak.
Kota-kota besar terutama Jakarta adalah sasaran dari pencari kerja dari pedesaan dimana dengan adanya modernisasi teknologi, rakyat pedesaan selalu dibombardir dengan kehidupan serba wah yang ada di kota besar sehingga semakin mendorong mereka meninggalkan kampungnya. Secara statistik, pada tahun 1961 Jakarta berpenduduk 2,9 juta jiwa dan melonjak menjadi 4,55 juta jiwa 10 tahun kemudian. Pada tahun 1980 bertambah menjadi 6,50 juta jiwa dan melonjak lagi menjadi 8,22 juta jiwa pada tahun 1990. Yang menarik, dalam 10 tahun antara 1990-2000 lalu, penduduk Jakarta hanya bertambah 125.373 jiwa sehingga menjadi 8,38 juta jiwa. Data tahun 2007 menyebutkan Jakarta memiliki jumlah penduduk 8,6 juta jiwa, tetapi diperkirakan rata-rata penduduk yang pergi ke Jakarta di siang hari adalah 6 hingga 7 juta orang atau hampir mendekati jumlah total penduduk Jakarta. Hal ini juga disebabkan karena lahan perumahan yang semakin sempit dan mahal di Jakarta sehingga banyak orang, walaupun bekerja di Jakarta, tinggal di daerah Jabotabek yang mengharuskan mereka menjadi komuter.
Pada akhirnya, pertumbuhan populasi yang tinggi akan mengakibatkan lingkaran setan yang tidak pernah habis. Populasi tinggi yang tidak dibarengi dengan lahan pangan dan energi yang cukup akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara supply dan demand yang bisa menyebabkan harga menjadi mahal sehingga seperti yang sedang terjadi sekarang, inflasi semakin tinggi, harga bahan makanan semakin tinggi sehingga kemiskinan pun semakin banyak. Semakin menurunnya konsumsi masyarakat akan menyebabkan perusahaan merugi dan mem-PHK karyawannya sebagai langkah efisiensi, sehingga semakin banyak lagi kemiskinan.
Jadi, kita mudah saja bilang, kapan negara kita bisa swasembada? Apa bisa kalau masih mau punya banyak anak? Bagaimana dengan masa depan anak cucu kita kalau lahan sudah tidak tersedia, tanah rusak akibat bahan kimia, air tanah tercemar dan bahkan habis sehingga tidak bisa disedot lagi? Bagaimana kita mau menghemat makanan dan air kalau populasi terus berkembang gila-gilaan?
Populasi seperti hal yang besar dan politis yang diomongkan banyak orang. Tetapi hal ini juga merupakan hal yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Seperti yang telah kita lakukan dahulu dan berhasil, kita bisa Ikut program Keluarga Berencana (KB) atau paling tidak memiliki rencana KB sebagai komposisi keluarga yang ideal.
Krisis pangan sudah dimulai di seluruh dunia. Harga semakin melejit dan pada akhirnya bukan karena kita tidak mampu membeli makanan, tetapi apakah makanan itu bisa tersedia. Kalau bukan kita yang bertindak dari sekarang, masa depan anak dan cucu kita bisa benar-benar hancur sehingga kita yang berpesta pora pada saat ini baru akan merasakan akibatnya nanti.

READ MORE - Masalah Kependudukan di Indonesia

Transmigrasi

Masalah transmigrasi

pada hakekatnya dapat dilihat dari dua  sudut penglihatan. Pertama dari sudut penglihatan masalah penjebaran penduduk dan kedua dari sudut penglihatan pemenuhan kebutuhan tenaga kerdja untuk pembangunan.
Dipandang dari segi masalah penjebaran penduduk maka tujuan transmigrasi adalah untuk mencapai pensebaran penduduk jang lebih seimbang dan lebih merata diseluruh wilajah Indonesia. Padangan ini membawa konsekwensi bahwa bagian yang tidak kecil dari penduduk Djawa harus dapat dipindahkan kepulau-pulau lain yang dewasa ini kekurangan penduduk.
Dipandang dari sudut penglihatan kebutuhan tenaga kerdja maka transmigrasi adalah pemindahan tenaga kerja untuk melaksanakan pembangunan berbagai projek-projek didaerah-daerah jang kekurangan tenaga kerja. Tujuan utama bukanlah untuk mencapai penyebaran penduduk yang lebih seimbang dan lebih merata, melainkan untuk melaksanakan pembangunan proyek-proyek yang dipandang perlu untuk peningkatan produksi Nasional.
Pada dasarnja kedua sudut penglihatan tersebut tidak terpisah  satu sama lainnya. Dalam taraf Rencana Pembangunan Lima Tahun      jang pertama ini maka transmigrasi harus dikaitkan dengan pembangunan projek-projek. jumlah tenaga kerdja jang dibutuhkan  dan dengan demikian djumlah biaja jang diperlukan tergantung daripada jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk pembangunan  proyek-proyek yang memerlukan tenaga kerja tersebut. Adapun pembangunan proyek-proyek tersebut bukanlah pertama-tama untuk menampung tenaga kerdja jang dipindahkan dari daerah lain melainkan untuk melaksanakan pembangunan guna peningkatan produksi Nasional. Dibangunnya proyek-proyek tersebut didaerah-daerah yang kebetulan kekurangan tenaga kerja bukanlah pertama-tama untuk memindahkan tenaga kerja melainkan karena tujuan yang hendak dicapai, yaitu peningkatan produksi Nasional dapat terwujud sebaikbaiknya dengan pembangunan didaerah-daerah tersebut.

KEBIDJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun transmigrasi dikaitkan dengan usaha-usaha serta kegiatan pembangunan dan tidak berdiri sendiri.Dengan demikian usaha transmi-
grasi adalah untuk menundjang kegiatan pembangunan didaerah- daerah dan projek-projek jang memerlukan tenaga kerja.
Dengan pendekatan kegiatan transmigrasi dari sudut pengaitan dengan usaha serta kegiatan pembangunan jang secara integral, maka kwantitas dan kwalitas transmigran akan sangat ditentukan oleh  kebutuhan usaha pembangunan diberbagai daerah tersebut. Berbagai kegiatan pembangunan-pembangunan jang memerlukan tenaga kerja antara lain adalah untuk peningkatan produksi pangan dengan pembukaan tanah baru yang terutama akan berbentuk pembukaan persawahan pasang-surut di Kalimantan dan Sumatera. Untuk peningkatan produksi dan ekspor kaju serta hasil hutan lainnya dimana akan dibangun proyek-proyek kehutanan diberbagai daerah diluar Djawa, diperlukan tenaga kerja transmigran baik jang sudah skilled maupun yang masih memerlukan latihan ketrampilan chusus dibidang produksi hutan. Selandjutnja untuk peningkatan produksi dan ekspor, dimana diperlukan rehabilitasi dari pembangunan prasarana diberbagai pulau diluar Djawa, diantaranya up-grading djalan, rehabilitasi pelabuhan, rehabilitasi lapangan terbang, pemasangan transmissi listrik dan lain sebagainya, diperlukan tenaga kerja jang tidak sedikit jumlahnya dan yang harus dipindahkan dari daerah jang berkelebihan tenaga  kerja. Demikian pula pengembangan usaha pertanian, perkebunan  dan perikanan memerlukan banjak sekali tenaga kerja. Dengan sendirinya tenaga kerja yang diperlukan untuk masing-masing bidang adalah berbeda-beda pensyaratannya. Bahkan untuk masing-masing  projek diperlukan tenaga kerja yang berbeda pula kecakapannya.  Oleh karena itu maka pengiriman transmigran untuk melaksanakan pembangunan dibidang-bidang serta proyek-proyek tersebut sudah seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan bidang-bidang serta proyek-proyek tersebut.
Dalam hubungan ini maka didaerah-daerah jang djumlah tenaga kerdjanja relatif banjak diadakan persiapan-persiapan agar supaja transmigran-transmigran jang akan membantu pembangunan projek-        projek didaerah lain tersebut benar-benar memenuhi pensjaratan jang diminta.Untuk ini diperlukan latihan ketrampilan yang akan mendjamin peningkatan produktivitas mereka ditempat pekerjaannya yang   baru. Dengan demikian usaha transmigrasi benar-benar merupakan     suatu kegiatan yang langsung menunjang pelaksanaan pembangunan   yang telah direncanakan diberbagai bidang.
Landasan baru dalam bidang transmigrasi ini akan terus dikembangkan berdasarkan pengalaman jang lampau serta kemungkinan yang akan datang. Sebagai akibat daripada luasnya persiapan-persiapan  dan kegiatan-kegiatan transmigrasi ini maka pembinaan operasionil  akan menjangkut kegiatan berbagai instansi dan masjarakat. Untuk  ini diperlukan persiapan-persiapan dan cara kerja yang serasi. Dengan demikian transmigrasi memegang peranan yang sangat penting sebagai  unsur penunjang pembangunan proyek-proyek jang telah diprioritaskan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun.
Salah satu tujuan pembangunan kawasan transmigrasi adalah membangun pusat-pusat pertumbuhan baru yang dilakukan para transmigran yang berada di permukiman transmigrasi tersebut. Para transmigran tersebut merupakan pionir-pionir pembangunan.
Pembangunan kawasan transmigrasi pada umumnya dilakukan di wilayah-wilayah yang jauh (remote area) dan dilakukan untuk dapat lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan usaha pertanian di wilayah tersebut.
Dalam melakukan kegiatan usaha pertanian dan usaha-usaha produktif, di samping juga untuk kehidupan sehari-hari seperti untuk memasak, para transmigran memerlukan energi.
Menurut Dirjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT), Depnakertrans, Djoko Sidiq Pramono, selama ini untuk memenuhi kebutuhan energi para transmigran dilakukan dengan memanfaatkan minyak tanah, kayu, dan sekam dari sisa panen hasil pertanian maupun dari generator.
“Pada umumnya kawasan transmigrasi itu belum terjangkau aliran listrik dari PLN. Sedangkan energi sangat dibutuhkan para transmigran. Kami kemudian melakukan solusi pemenuhan energi dengan memanfaatkan potensi lokal untuk sumber energi khususnya sumber-sumber energi terbarukan,” kata Djoko Sidiq Pramono.
Agar lebih hemat, efisien, dan ramah lingkungan, Ditjen P2MKT memanfaatkan potensi-potensi lokal untuk pembangkit energi. Seperti memanfaatkan aliran dan debit air untuk dapat memutar turbin sebagai pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).
Memanfaatkan tenaga angin, tenaga surya, memanfaatkan bahan bakar nabati, minyak sawit, jarak pagar, minyak kelapa, minyak jagung serta bahan bakar gas dari kotoran ternak.
Adanya pemenuhan energi terbarukan untuk kegiatan rumah tangga dan kegiatan usaha ekonomi produktif, kawasan trasnmigrasi tersebut dengan cepat dapat terdorong menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Pembangunan dan pengembangan energi terbarukan di kawasan transmigrasi ini nantinya diharapkan akan mengurangi subsidi pemerintah untuk bahan bakar minyak. Di samping itu, wacana program desa mandiri energi (DME) bisa direalisasikan.
Pembangunan dan pengembangan energi terbarukan di kawasan transmigrasi khususnya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) telah dilakukan pada 1997 dengan bantuan Perancis di kawasan transmigrasi Hialu, Sulawesi Tenggara, Salotiwo/Kalumpang dan Salopangkang, Sulawesi Barat, serta Muara Ancalong, Kalimantan Timur.
Pada 2008, pembangunan PLTS dilakukan di kawasan transmigrasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) Mesuji, Lampung, jenis PJU, Hybrid 3000, SHS 200 dan SHS 50, KTM Belitang, Sumatera Selatan, jenis PJU, KTM Parit Rambutan, Sumatera Selatan jenis PJU, KTM Tobadak, Sulawesi Barat, jenis PJU, UPT Serai, Sulawesi Utara, jenis SHS 200.
Selain itu, PLTMH juga telah dibangun di kawasan transmigrasi Owata dan Sumalata, Gorontalo, Manilili, Sulawesi Selatan dan Tambua, Sulawesi Tenggara. Sementara lokasi transmigrasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) juga telah dibangun pembangkit tenaga angin (PLTAngin) di Oi Toi dan Piong.
“Kesadaran ikut menyelamatkan lingkungan dan program pembangunan dan pengembangan energi baru dan terbarukan di kawasan transmigrasi tersebut, Ditjen P2MKT, Depnakertrans akan bekerja sama dengan Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, Departemen ESDM, yang rencananya akan dilakukan akhir bulan Juni 2009

READ MORE - Transmigrasi

Hukum Indonesia


Masalah Hukum

Penegakkan hukum di Indonesia sudah lama menjadi persoalan serius bagi masyarakat di Indonesia. Bagaimana tidak, karena persoalan keadilan telah lama diabaikan bahkan di fakultas-fakultas hukum hanya diajarkan bagaimana memandang dan menafsirkan peraturan perundang-undangan. Persoalan keadilan atau yang menyentuh rasa keadilan masyarakat diabaikan dalam sistem pendidikan hukum di Indonesia.
Hal ini menimbulkan akibat-akibat yang serius dalam kontek penegakkan hukum. Para hakim yang notabene merupakan produk dari sekolah-sekolah hukum yang bertebaran di Indonesia tidak lagi mampu menangkap inti dari semua permasalahan hukum dan hanya melihat dari sisi formalitas hukum. Sehingga tujuan hukum yang sesungguhnya malah tidak tercapai.
Sebagai contoh, seluruh mahasiswa hukum atau ahli-ahli hukum mempunyai pengetahuan dengan baik bahwa kebenaran materil, kebenaran yang dicapai berdasarkan kesaksian-kesaksian, adalah hal yang ingin dicapai dalam sistem peradilan pidana. Namun, kebanyakan dari mereka gagal memahami bahwa tujuan diperolehnya kebenaran materil sesungguhnya hanya dapat dicapai apabila seluruh proses pidana berjalan dengan di atas rel hukum. Namun pada kenyataannya proses ini sering diabaikan oleh para hakim ketika mulai mengadili suatu perkara. Penangkapan yang tidak sah, penahanan yang sewenang-wenang, dan proses penyitaan yang dilakukan secara melawan hukum telah menjadi urat nadi dari sistem peradilan pidana. Hal ini terutama dialami oleh kelompok masyarakat miskin. Itulah kenapa, meski dijamin dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya, prinsip persamaan di muka hukum gagal dalam pelaksanaannya.
Kebenaran formil, kebenaran yang berdasarkan bukti-bukti surat, adalah kebenaran yang ingin dicapai dalam proses persidangan perdata. Namun, tujuan ini tentunya tidak hanya melihat keabsahan dari suatu perjanjian, tetapi juga harus dilihat bagaimana keabsahan tersebut dicapai dengan kata lain proses pembuatan perjanjian justru menjadi titik penting dalam merumuskan apa yang dimaksud dengan kebenaran formil tersebut. Namun, pengadilan ternyata hanya melihat apakah dari sisi hukum surat-surat tersebut mempunyai kekuatan berlaku yang sempurna dan tidak melihat bagaimana proses tersebut terjadi.
Persoalan diatas makin kompleks, ketika aparat penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, advokat) juga mudah atau dimudahkan untuk melakukan berbagai tindakan tercela dan sekaligus juga melawan hukum. Suatu tindakan yang terkadang dilatarbelakangi salah satunya oleh alasan rendahnya kesejahteraan dari para aparat penegak hukum tersebut (kecuali mungin advokat). Namun memberikan gaji yang tinggi juga tidak menjadi jaminan bahwa aparat penegak hukum tersebut tidak lagi melakukakn tindakan tercela dan melawan hukum, karena praktek-praktek melawan hukum telah menjadi bagian hidup setidak merupakan pemandangan yang umum dilihat sejak mereka duduk di bangku mahasiswa sebuah fakultas hukum.
Persoalannya adalah bagaimana mengatasi ini semua, tentunya harus dimulai dari pembenahan sistem pendidikan hukum di Indonesia yang harus juga diikuti dengan penguatan kode etik profesi dan organisasi profesi bagi kelompok advokat, pengaturan dan penguatan kode perilaku bagi hakim, jaksa, dan polisi serta adanya sanksi yang tegas terhadap setiap terjadinya tindakan tercela, adanya transparansi informasi hukum melalui putusan-putusan pengadilan yang dapat diakses oleh masyarakat, dan adanya kesejahteraan dan kondisi kerja yang baik bagi aparat penegak hukum.
Mari kita lihat, apakah kondisi yang sama pada saat ini masih akan kita temui dalam 20 tahun ke depan?

READ MORE - Hukum Indonesia
Powered By Blogger

OKe

no hal

Search