Selasa, 16 Maret 2010

Masalah Kemiskinan


Menghempang Kemiskinan dari Indonesia

Kemiskinan adalah ancaman bagi perdamaian. Demikian judul ceramah yang disampaikan oleh Muhammad Yunus pada saat acara penganugerahan hadiah Nobel perdamaian tanggal 10 Desember 2006 silam di Oslo, Norwegia.
alam ceramahnya, penggagas konsep bisnis sosial ala Grameen Bank tersebut juga memaparkan penyebaran pendapatan dunia yang sangat mencengangkan. Sembilan puluh empat persen pendapatan dunia jatuh pada 40 persen populasi dunia, sementara 60 persen penduduk dunia hidup hanya dari 6 persen pendapatan dunia.
Pada bagian selanjutnya dalam ceramah tersebut, muncul juga pernyataannya bahwa kemiskinan merupakan penyangkalan terhadap HAM. Yunus benar-benar menyadari bahwa kemiskinan merupakan masalah klasik nan pelik yang harus segera diselesaikan dan dihempang demi terciptanya cita-cita perdamaian dunia.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dunia juga tanpa terkecuali senantiasa dihadapkan dengan peliknya permasalahan kemiskinan. Angka kemiskinan yang tidak pernah mengalami penurunan secara signifikan seolah menegaskan belum ditemukannya formula atau konsep yang tepat untuk mengatasinya. Berbagai program maupun strategi yang dilaksanakan oleh pemerintah belum juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Program-program yang diajukan belum menyentuh masalah mendasar yang terjadi pada masyarakat sehingga hasilnya belum efektif. Program yang ada juga dinilai masih bersifat reaktif, jangka pendek dan parsial. Upaya penanggulangan kemiskinan acapkali kandas di tengah jalan tanpa memberikan hasil yang memuaskan. Alhasil, muncul kritik pedas yang menyatakan kemiskinan hanya berguna sebagai “komoditi unggulan” yang menjadi tema wajib bagi para calon yang ingin meraih kursi kekuasaan dalam pemerintahan.
Faktanya memang dalam setiap kampanye menuju pemilu, tidak satu pun partai maupun calon yang lupa untuk menyuarakan isu kemiskinan tersebut untuk meraih simpati dari masyarakat. Namun sayangnya, sejak dulu hingga kini sekalipun sudah beberapa kali terjadi pergantian pemerintah, bangsa ini tetap saja bergelut dalam masalah kemiskinan.
Data BPS bulan Juli tahun lalu misalnya menyatakan jumlah penduduk miskin mencapai 34,96 juta jiwa atau setara dengan 14,5 persen dari total penduduk Indonesia. Demikian juga angka pengangguran yang pada tahun 2007 masih mencapai 9,1 persen dari total penduduk Indonesia. Angka yang sangat fantastis tentunya bagi negara yang diakui oleh dunia sebagai negara yang memiliki SDA dan SDM yang melimpah, sekaligus juga sebagai negara yang sudah menikmati kemerdekaan sejak 63 tahun yang lalu. Kondisi yang demikian pada akhirnya menimbulkan pertanyaan besar, apakah masalah kemiskinan akan dapat diselesaikan di Indonesia secara khususnya?
Awalnya adalah impian
Pepatah bijak dari India menyatakan; “Bermimpilah, karena mimpi akan menuntun kepada pemikiran, dan pemikiran akan menuntun kepada tindakan”. Berbicara masalah kemiskinan, Muhammad Yunus mengemukakan impiannya dalam bukunya yang sangat insipiratif dan menarik untuk dibaca tentang “Menciptakan dunia tanpa kemiskinan”. Dia optimis, dunia pada suatu saat akan berhasil melenyapkan masalah kemiskinan. Baginya, kemiskinan bukanlah masalah yang mustahil untuk diselesaikan. Rasa optimisme yang sangat tinggi tersebut muncul karena keberhasilannya mengangkat nasib jutaan rakyat Bangladesh dari kemiskinan. Muhammad Yunus dengan konsep Grameen Bank yang salah satu programnya adalah memberikan kredit mikro kepada masyarakat miskin mengklaim sebanyak 80 persen masyarakat miskin di negaranya tersebut sudah berhasil dijangkau oleh kredit mikro tersebut, dan diharapkan pada tahun 2010 mendatang, angka tersebut sudah mencapai 100 persen.
Adapun pelajaran penting yang dapat kita peroleh dari kisah tersebut adalah pentingnya memiliki impian bersama dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Jika Yunus sudah berani bermimpi tentang terciptanya dunia tanpa kemiskinan, setidak-tidaknya kita sebagai bagian dari bangsa ini harus berani mengawali impian tentang Indonesia tanpa kemiskinan pada suatu saat nanti. Impian tersebut tentunya harus benar-benar kuat dan mengakar di dalam hati segenap elemen bangsa sehingga timbul rasa optimisme dan kekuatan yang dahsyat. Tidak dapat dipungkiri, masalah kemiskinan yang sudah terjadi sejak lama dan dialami oleh masyarakat hingga kini acap kali menimbulkan rasa pesimis mendalam untuk melepaskan diri dari jebakan kemiskinan tersebut. Acapkali, kemiskinan sudah dianggap sebagai nasib atau suratan takdir yang harus dijalani. Paradigma yang demikian tentunya harus mulai diretas bahkan dihapus sama sekali karena hanya akan menimbulkan kelemahan untuk berupaya lepas dari kemiskinan. Oleh sebab itu, upaya mengatasi masalah kemiskinan harus diawali oleh impian dan tekad kuat bersama untuk menghadapinya. Impian dan tekad yang kuat akan melahirkan gagasan-gagasan kreatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Gagasan kreatif yang timbul juga diharapkan akan lebih berkesinambungan dan bersifat jangka panjang serta memiliki target-target yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu.
Perubahan Persepsi
Salah satu penyebab masih sulitnya menanggulangi kemiskinan adalah tentang cara pandang terhadap orang miskin. Selama ini, orang miskin dianggap sebagai golongan yang tidak produktif, tidak berkemampuan dan tidak memiliki sesuatu hal yang dapat dikembangkan. Bahkan yang lebih ekstrem, orang miskin hanya dipandang sebagai sumber utama penyebab timbulnya masalah sosial dalam masyarakat. Tanpa disadari, cara pandang yang sedemikian pada akhirnya menimbulkan anggapan bahwa untuk menanggulangi kemiskinan hanya dengan cara mengharapkan hadirnya orang-orang yang berbelas kasihan untuk memberikan pertolongan. Demikian juga program-program penanggulangan kemiskinan yang hanya memosisikan orang miskin sebagai golongan yang sama sekali tidak tahu apa-apa sehingga harus didikte untuk melakukan banyak hal.
Konsep yang demikian sangat bertolakbelakang dengan apa yang dilakukan oleh Muhammad Yunus dalam menanggulangi kemiskinan di negaranya. Baginya, orang miskin ibarat benih terbaik pohon bonsai yang memerlukan tanah tempat tumbuh yang sesuai. Jika benih terbaik tersebut hanya ditanam dalam pot bunga yang tingginya hanya beberapa inci, maka hasil yang diperoleh pun hanya merupakan replika pohon tertinggi yang juga beberapa inci saja. Artinya dalam mengatasi masalah kemiskinan, hal penting yang diperlukan oleh orang miskin untuk bebas dari kemiskinan adalah ketersediaan lingkungan yang dapat mendukung mereka untuk dapat mencurahkan energi dan kreativitas. Yunus memandang orang miskin secara holistik yang harus diberi kesempatan sama seperti yang didapatkan oleh orang lain. Secara jenius, ia memutarbalikkan hal yang dilakukan oleh bank pada umumnya. Jika bank membuat pinjaman dalam jumlah yang sangat besar dan disertai bunga yang tidak sedikit, ia membuat pinjaman kecil dan nyaris tanpa bunga pinjaman sama sekali. Demikian juga, jika bank butuh formulir dan surat perjanjian, ia justru memberikan pinjaman kepada kaum buta huruf. Menurut Yunus, sejatinya orang miskin harus diberi kepercayaan untuk mengubah nasibnya sendiri melalui cara dan kreativitasnya sendiri. Tugas lingkungan sekitar adalah memberikan ruang dan kesempatan bagi mereka untuk berupaya semaksimal mungkin sembari terus diberikan dukungan dan dorongan semangat.
Semoga hal ini mengajarkan kita bersama untuk memiliki pandangan yang benar terhadap orang miskin demi mengatasi masalah kemiskinan yang terjadi di negara ini. Semua pihak harus memandang orang miskin secara utuh sebagai individu tanpa memunculkan persepsi-persepsi diskriminatif terhadap mereka sebagaimana yang sudah terjadi selama ini. Hal ini juga seharusnya menjadi otokritik terutama bagi pemerintah yang walaupun sudah mencanangkan konsep pemberdayaan masyarakat miskin, namun pada faktanya belum juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Harus ditelisik lebih mendalam apakah konsep pemberdayaan yang dimaksud sudah benar-benar mewujudnyata dalam aplikasi program-program yang ada.

Peran Bersama

Kemiskinan merupakan masalah bersama yang harus ditangani secara bersama-sama pula. Meletakkan permasalahan kemiskinan semata-mata sebagai tugas dan tanggung jawab pemerintah merupakan hal yang kurang bijak. Pada faktanya, pemerintah yang sudah bergelimang kekuasaan dan kenyamanan sangat rentan dengan masalah inefesiensi, konflik kepentingan, korupsi, dan berbagai masalah lain. Sejauh ini, pemerintah masih belum mampu menuntaskan masalah-masalah tersebut. Namun, hal ini juga tidak berarti pemerintah bebas untuk melepaskan tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah kemiskinan di negara ini. Konstitusi sudah dengan jelas mengamanatkan tugas pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya, demikian juga amanat founding fathers yang termaktub pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai visi kebangsaan Indonesia.
Upaya menghempang kemiskinan dari Indonesia harus dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat, LSM, partai politik, akademisi, dan pihak terkait lainnya melalui upaya-upaya yang terintegrasi mulai dari daerah hingga pusat. Masing-masing pihak harus memikirkan dan melaksanakan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Upaya tersebut juga harus bersifat komprehensif, berkelanjutan dan jangka panjang. Sekali lagi, hal penting yang harus dimiliki diawali dengan adanya impian sekaligus tekad bersama yang kuat untuk mengatasi masalah kemiskinan dan memandang kemiskinan serta orang miskin secara utuh dan holistik. Semoga saja impian terwujudnya Indonesia bebas dari kemiskinan dapat benar-benar terwujud.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p: :q: :r: :s: :t: :u: :v: :w: :x: :y: :z:

Posting Komentar

Powered By Blogger

OKe

no hal

Search